Derita Akibat Kiriman Santet Isteri Kekasih

YANTI YULIANTI

 

DERITA AKIBAT KIRIMAN
SANTET ISTERI KEKASIH

Pria itu tak hanya merenggut kegadisanku. Ia juga telah merusak masa depanku. Bahkan, aku nyaris mati akibat kiriman santet yang dilancarkan isterinya….
Sebut saja namaku Meryana. Aku terlahir di sebuah desa yang kata orang merupakan surganya gadis-gadis cantik. Bahkan, kebanyakan penyanyi dangdut top di televisi adalah gadis-gadis yang berasal dari desaku ini.
Sebagai dara yang terlahir di desa lereng gunung itu, aku sendiri tergolong gadis yang lumayan cantik, dengan postur tubuh tinggi semampai. Sayangnya, aku kurang bernasib baik sebab terlahir dari keluarga yang hidup sangat sederhana, bahkan bisa dikatakan di bawah garis kemiskinan.
Dengan niat membantu meringankan ekonomi keluarga, selepas lulus SMK kuputuskan untuk mengadu nasib di Jakarta. Tempat yang kutuju untuk sekedar numpang berteduh adalah rumah tanteku, Bi Irna. Setahuku, ia seorang perempuan yang tegar, yang sanggup menghidupi kedua anaknya dengan jerih payahnya sendiri, sebab ia memang sudah lama hidup menjanda.
Sebelum mendapatkan pekerjaan, aku juga sibuk membantu Bi Irna berjualan buah-buahan dan menyelesaikan pekerjaan dapur. Atas saran dan bantuan biaya dari Bi Irna juga akhirnya aku bisa kursus Komputer dan bahasa Inggris.
“Kalau mau dapat pekerjaan enak, kamu nggak bisa cuma mengandalkan ijazah saya,” kata Bi Irna, memotivasiku.
Apa yang dikatakannya memang benar. Selepas lulus kursus komputer dan bahasa Inggris dengan nilai terbaik, aku langsung direkomendasikan untuk bekerja disebuah perusahaan yang cukup bonafid. Hal ini sungguh merupakan kebahagiaan tersendiri bagiku, sebab dengan demikian aku tak perlu sepenuhnya bergantung pada Bi Irna. Lebih dari itu, aku juga berharap cita-citaku untuk membantu keluarga di desa bisa segera terwujud.
Di perusahaan itu mulanya aku hanya diberi tugas mengurusi administrasi ringan. Namun karena penilaian kinerjaku yang dianggap sangat baik, maka jabatanku cepat sekali naik. Bahkan ketika Bu Dhea, sekertaris direksi memilih pensiun dini, aku langsung diserahi tugas untuk menggantikan posisinya.
Ya, setelah kurang lebih bekerja satu setengah tahun di perusahaan itu aku bisa menduduki jabatan sebagai sekertaris direktur. Akan tetapi siapa sangka kalau ini justru menjadi titik awal penderitaanku. Hal ini berawal karena hubunganku dengan Pak Irfan, direktur perusahaan itu yang diam-diam ternyata jatuh cinta padaku.
Masih kuingat awal kejadiannya. Hari itu tanggal 15 September 2006. Di sebuah restoran terkenal di Bandung, Pak Ifan menyatakan cintanya padaku. Namun, waktu itu aku tak memberi jawaban apa-apa, sebab sulit bagiku untuk menerima cintanya. Pak Ifan tak hanya atasanku, tapi aku juga tahu persis pria berusia menjelang kepala lima ini sudah beranak dan beristeri. Apa kata orang nanti jika aku menerima cintanya. Mereka pasti akan menudingku sebagai gadis matrialistis, atau lebih parah lagi sebagai perempuan perusak rumah tangga orang lain.
Harus kuakui, meski sudah tak muda lagi namun Pak Ifan masih terlihat gagah dan tampan. Lebih dari itu, ia juga punya sifat mengemong, sabar, dan penuh perhatian padaku. Agaknya, berbagai kelibihan inilah yang pada akhirnya membuat kebekuan hatiku mencair. Hingga peristiwa yang tidak senonoh itu pun terjadilah pada diriku.
Tak mungkin aku bisa melupakannya seumur hidupku. Hari itu aku harus mendampingi Pak Ifan rapat dengan klien di Bogor. Karena rapat baru selesai hingga larut, maka Pak Ifan memutuskan agar malam itu kami menginap di villa milik kantor, sebab keesokan harinya rapat harus kembali dilanjutkan untuk mencapai kata sepakat.
Di villa jahanam itulah Pak Ifan merenggut kegadisanku, dan aku terpaksa harus menuyerahkannya setelah terbujuk oleh rayuan manisnya. Celakanya, setelah kejadian itu aku tak pernah bisa menolak setiap kali ia mengajakku untuk berhubungan intim.
Sampai akhirnya kejadian yang sama sekali tak pernah kuduga harus kuhadapi. Siang itu sekitar jam makan siang, aku dan Pak Ifan tengah memadu kasih di dalam ruang kantornya. Ketika itulah dating seseorang mengetuk pintu. Dengan tanpa basa-basi seorang perempuan berusia 40-an tahun muncul dan langsung melabrak Pak Ifan.
Rupanya, perempuan itu adalah isteri Pak Ifan. Ia langsung menuding dan mencercaku sebagai gadis murahan. Aku sama sekali tak bisa membantahnya, sebab dalam hati aku memang merasa bersalah. Lebih parah lagi, isteri Pak Ifan sepertinya sudah lama mencium hubungan gelap kami.
Ternyata kejadian siang itu tidak hanya berhenti sampai disitu. Entah dari mana mendapatkan alamatku, suatu sore di hari Minggu, isteri Pak Irfan mendatangiku dengan sebuah map di tangannya.
“Besok kamu tidak perlu repot-repot lagi datang ke kantor. Di dalam map itu ada surat pemecatan dan dan pesangon buatmu,” katanya seraya pergi tampat pamit dari hadapanku.
Setelah kajidian ini, aku pun kehilangan kontak dengan Pak Irfan. Setiap aku hubungi ke HP-nya selalu tidak aktif, dan bila kucoba menghubungi kantor recepsionis selalu bilang kalau Pak Irfan sedang cuti.
Baru sekitar seminggu kemudian setelah kejadian itu, Pak Irfan menelponku dan minta ketemuan di sebuah kafe di bilangan Senayan. Saat kami bertemu, kulihat Pak Irfan semakin kurus dan nampak sekali memikul beban yang berat. Biarpun di hatiku tersimpan sakit hati yang teramat dalam, namun aku tak kuasa untuk membencinya karena memang aku sangat mencintainya.
“Mer, gimana keadaanmu? WSaktuku di sini tidak banyak. Kita harus segera pergi dari Jakarta, kalau perlu kita harus secepatnya meninggalkan negera ini,“ katanya dengan terburu-buru
“Kenapa harus sejauh itu, Pak?” tanyaku.
“Mungkin sekarang kau sudah tau keadaanku yang sebenarnya. Perusahaan itu adalah perusahaan milik ayah mertuaku yang diwariskan kepada isteriku. Dan mulai hari ini aku tdak mau hidup di bawah kungkungannya. Aku ingin kebebasan. Aku ingin hidup denganmu, Mer!” jawabnya seraya menatapku.
Keharuan di antara kami hanya berlangsung beberapa saat saja. Di saat kami bersepakat untuk pergi, tiba-tiba kami dikagetkan dengan kemunculan isteri Pak Irfan dengan beberapa bodyguardnya.
“Sudah cukup ya aku memperingatkanmu!” wanita itu memelototiku. “Irfan adalah milikku dan sampai kapanpun dia akan tetap menjadi milikku. Karena kamu sudah tidak mengidnahkan peringatanku, lihat saja kau nanti kau akan menuai akibatnya,” ancamnya padaku.
Tapi aku tidak begitu menggrubrisnya karena pada saat itu yang aku perhatikan hanya Pak Irfan. Lelaki yang sebelumnya bertekad mengajakku pergi itu kembali terlihat sangat menurut pada isterinya. Ibarat kata seperti kerbau dicocok hidungnya.
Sebagai wanita, hari itu aku benar-benar telah kehilangan harga diri. Isteri lelaki pengkhianat bernama Irfan itu mencaci makiku dengan seenak udelnya di depan pengunjung kafe yang sedang padat. Aku pergi dengan wajah tertunduk dan mata sembab karena tangis.
Setelah kejadian di kafe itu, berbagai kejadian aneh mulai kualami. Setelah suatu malam akub bermimpi didatangi makhluk menyeramkan yang menindih tubuhku, esok harinya ketika bangun badanku sulit untuk digerakkan. Bahkan, dua hari kemudian aku dinyatakan lumpuh.
Tidak itu saja keanehan yang kualami. Wajahku yang semula cantik, putih mulus, perlahan berubah menjadi hitam dan berkeriput. Lebih menyakitkan lagi, keringat yang keluar dari pori-pori tubuhku juga berbau tak sedap sehingga banyak orang yang enggan mendekatiku.
Karena melihat keganjilan penyakitku Bi Irna, tane yang selama ini selalu memperhatikanku berinisiatif membawaku ke orang pintar, yakni seorang Ustadzah yang akrab disapa Azahra.
“Sebenarnya ini bukan penyakit biasa. Ada orang yang sakit hati atas tindakanmu selama ini. Pasti Mbak juga paham dengan apa yang saya katakana ini,” kata Ustadzah Azahra.
Mendengar ini aku langsung teringat pada acaman isteri Pak Irfan tempo hari.
“Benar, perempuan itulah yang melakukannya?” senyum Ustadzah seolah bisa membaca perasaanku.
Menurut penjelasan Ustadzah Azahra, penyakit aneh yang kuderita berasal dari santet yang dikirim oleh isteri Pak Irfan. Santetnya juga bukan sembarang santet, namun bila dalam sembilan bulan tidak sembuh maka besar kemungkinan akan meninggal dengan sangat mengerikan.
“Untung Mbak cepat datang, kalau tidak semua akan terlambat. Insya Allah saya akan mencoba membantu dengan media Mandi Nurhikmah. Dengan wasilah ini semoga saja semua penyakit dari medis maupun maupun non medis dapat hilang atas izin Allah,” katanya pula.
Dalam ritual Mandi Nurhikmah itu, Ustadzah Azahra lebih dulu membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, sebelum akhirnya mengajakku ke tempat pemandian yang telah disiapkan. Aku mandi dengan air yang sangat jernih, yang diatasnya di beri kupuasan jeruk purut dan lembar-lembar daun sirih.
Setelah berdoa bersama-sama aku pun mulai dimandikan. Anehnya, pada saat mandi inilah aku serasa tenggelam dalam air yang dalam, dan aku seperti melihat makhluk-makhluk yang sangat menyeramkan. Selain itu aku juga seperti melihat bayangan seolrang wanita yang wajahnya mirip sekali dengan istrinya Pak Irfan….
Begitulah sekilas kisah nyata berbumbu aneh yang pernah menimpa diriku. Syukur Alhamdulillah setelah ditangani oleh Ustadzah Azahra keadaan terus membaik. Bahkan, ketika kutuliskan kisah ini untuk Histeri, aku sudah benar-benar sembuh. Berkat bantaun Ustadzah Azahra pula aku kini sudah kembali bekerja di sebuah perusahaan ekspedisi.
Terima kasih Tuhan. Terimakasih Ustadzah…!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NYARIS MATI DI TANGAN NYI GEDE GOA SANGIANG (Berburu Harta Karun Jepang)

RATU ADIL DAN SATRIO PININGIT(Al Mahdi dan Al Barqi)

Pelet Lewat Tatapan Mata