HAKEKAT HARTA KARUN

AGUS SISWANTO

Di era modern ini, ada sejumlah manusia yang gemar memburu harta karun. Meski dalam kenyataannya sejumlah temuan hanya isu atau harta tidak bernilai apapun, namun tetap saja perburuan berlangsung. Ini ironi besar.
Pengetahuan manusia seputar harta karun diilhami kisah Qarun, hartawan yang hidup di masa Nabi Musa alaihissalam dan Fir’aun laknatullah. Kekayaan berupa emas dan perak Qarun disimpannya dalam beberapa gudang perbendaharaan. Digambarkan betapa kunci-kunci gudang sangat banyak hingga harus diangkut dengan kereta kuda.
Namun sayangnya perilaku Qarun kikir dan enggan beramal. Dan Tuhan pun menghukumnya. Sebuah gempa bumi menghancurkan gudang-gudang miliknya dan membenamkan seluruh kekayaannya. Sejak itu, “Harta Qarun” (karun) menjadi idiom untuk semua harta berharga yang terpendam di dalam tanah. Manusia pun berlomba-lomba melakukan perburuan.
Sedangkan idiom kata ‘karun’ dalam masyarakat Jawa, bermakna ‘karuhun’ atau leluhur. Jadi harta karun merupakan harta peninggalan para karuhun atau leluhur. Harta semacam ini disimpan atau disembunyikan di dalam tanah, gunung, goa, hutan, dll. Sang pemiliknya (para leluhur itu) sengaja menyimpannya karena berbagai alasan, seperti: ketamakan, menghindari perampokan atau dirampas para penjajah. Lantaran sang pemiliknya meninggal, maka harta tetap tersimpan hingga ratusan atau ribuan tahun.
Harta karun tersebut kemudian menjadi target para pemburu harta karun Ada diantara mereka berhasil, tetapi lebih banyak yang gigit jari.
Adapun perburuannya melalui berbagai cara: penggunaan teknologi seperti dalam proses pencarian Kapal Titanic di Samudera Atlantik, atau cara gaib yang banyak dilakukan paranormal di negeri ini.

Umumnya paranormal mengaku mampu mengangkat harta karun. Tetapi sejauh ini harta yang berhasil ditemukan tidak terlalu bernilai, seperti: keris, tombak, mata uang kuno, dll. Biasanya terbuat dari bahan kuningan, tembaga dan besi. Sangat jarang ditemukan logam mulia: emas atau perak.
Seorang paranormal mengungkapkan, logam mulia dalam bumi dijaga sekelompok gaib yang kuat dan perkasa.
“Perhiasaan para raja tempo dulu yang umumnya terbuat dari emas atau perak sulit ditemukan, karena dikawal ketat para jin berilmu tinggi,” ujar Paranormal Surmino di Jakarta Utara. Itulah sebabnya jarang ditemukan. Kalaupun ditemukan, itu hanya keberuntungan saja.
Paranormal Surmino mengatakan, bisa saja perhiasan emas kuno ditemukan, tetapi biasanya akan berubah menjadi kuningan atau tembaga dalam waktu singkat. Sebab para jin gemar mengelabui manusia.

HAKEKAT SEBENARNYA
Sesungguhnya pemahaman manusia terhadap harta karun beraneka ragam, diantaranya adalah:
Pertama, harta karun alam
Mencakup harta karun dalam bentuk kekayaan alam: hutan, minyak bumi, bahan tambang dan peradaban purba: fosil hewan, fosil manusia purba, mumi, candi, keramik, persenjataan, manuskrip kuno, kapal karam, dll.
Ahli geologi menganggap kekayaan alam seperti bahan tambang dan minyak bumi sebagai harta karun. Harta karun para pakar arkeologi berupa peninggalan kerajaan, atau peradaban masa lalu. Sedangkan fosil manusia purba (phitecantropus erectus) sebagai harta karun para ahli paleontologi. Dalam fosil purba, kasus yang terkenal saat ditemukannya fosil phitecantropus erectus di situs Sangiran, Sragen, Jawa Tengah oleh Donald Tyler, ahli paleontolog Amerika Serikat, pada bulan November 1993. dihadapan pers di Yogyakarta, Tyler mengklaim penemuannya sebagai fosil terlengkap dan tertua yang pernah di temukan.
Fosil tersebut merupakan bagian dari teka-teki Charles Darwin yang terkenal yaitu rantai yang hilang (missing link). Tentu saja temuan Tyler menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Meski kemudian terbukti, ia melakukan manipulasi jahat dalam keterangannya. Diantaranya tidak ada izin penelitian dan ternyata fosil tersebut dibeli dari warga di kawasan situs. Penipuan ini nyaris menyeret Tyler ke dalam penjara, klaim temuannya praktis gugur.
Apa yang dilakukan Tyler pada hakikatnya merupakan realitas yang menyertai sebuah penemuan harta karun, yaitu popularitas. Kalau sudah begini, maka limpahan materi akan dengan mudah diperoleh.
Kasus berbeda terjadi di era tahun 30-an, ketika Howard Carter, ahli arkeolog Inggris yang menjadi terkenal dan kaya raya karena berhasil menemukan salah satu pintu masuk ke dalam Piramida. Berkat penemuannya itu, manusia dapat melihat dan mempelajari mummi Fir’aun dan kebesaran peradaban Mesir.
Manusia juga melakukan perburuan harta karun berdasarkan catatan kuno (manuskrip) yang tersimpan di perpustakaan. Contohnya, perpustakaan di Universitas Leiden, Belanda, yang mencatat secara rinci seluruh pelayaran kapal-kapal VOC berikut isinya. Catatan mencakup sejumlah kapal yang tenggelam dalam pelayarannya. Berdasarkan catatan itulah, para pemburu harta karun berhasil menemukan sisa-sisa kapal yang karam di Samudera. Merekapun berlomba mengangkat dan melelang hasil temuannya di seluruh dunia.
Kalau Anda mendapat kesempatan menuntut ilmu di Belanda, luangkan waktu untuk membuka-buka manuskrip semacam itu. Siapa tahu, saat pulang ke negeri ini, data yang diperoleh bisa bermanfaat buat memburu harta karun.

Kedua, harta karun gaib
Harta karun ini diperoleh berdasarkan tradisi lisan, bisikan gaib dan mimpi. Misalnya saja, ada seorang yang mengaku mendapat bisikan gaib di suatu tempat ada tumpukan batangan emas atau mahkota bertahtakan berlian.
Kemudian, penerima bisikan tergiur untuk mendapatkannya, apapun caranya, meski terkadang tidak rasional bahkan menyingkirkan akal sehat. Contohnya, penggalian harta karun di Prasasti Batu Tulis atau kasus harta karun palsu di kecamatan Rawa Bungur, Bogor.
Perburuan harta karun berdasarkan bisikan gaib ini sering kali melanggar hukum. Termasuk dalam perburuan gaib ini adalah mencari benda-benda pusaka seperti merah delima, rantai babi, dll.

Ketiga, harta karun hakiki
Pada dasarnya ada makna lain harta karun yang tidak populer, tetapi sebenarnya sangat penting dipahami. Harta karun tersebut terpendam dan tersembunyi di dalam diri manusia.
Manusia memiliki harta kekayaan yang besar dalam dirinya. Harta yang masih bersifat potensial ini sering kali tidak disadari atau bahkan enggan menggali harta yang sangat berharga ini.
Dalam sebuah hadist disebutkan, Rasulullah SAW bersabda: “carilah hikmah, karena ia milik kaum muslim yang hilang”. Pada hakekatnya, hikmah atau ilmu pengetahuan merupakan harta karun yang tidak ternilai harganya. Harta tersebut ada dalam diri manusia. Makna hadist Nabi SAW itu tidak berarti bahwa ilmu pengetahuan berada di luar diri kaum muslimin atau hikmah dimiliki kaum non muslim. Begitupula, hikmah tidak berada di suatu tempat tertentu. Yang benar, hikmah yang masih tersembunyi atau terpendam.
Hikmah atau ilmu pengetahuan tersebut dapat berada di manapun: dalam diri manusia, di alam semesta, dll. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut, tentunya melalui proses intensif yang dimulai dari diri sendiri. Pola perburuannya melalui proses berpikir secara deduktif (perenungan, spekulatif) dan induktif (pengalaman, penelitian) atau dikenal dengan epistemology.
Membiasakan diri untuk terus berpikir ini tidak pada satu fokus tertentu, tetapi terhadap apapun yang dianggap menarik. Namun demikian, proses berpikir tersebut hendaknya dapat membawa manfaat. Misalkan saja, Anda berpikir tentang peradaban makhluk asing di luar angkasa. Proses berpikir itu sendiri tergolong baik tetapi secara praktis tidak membawa manfaat apapun.
Apabila hasil renungan Anda tentang makhluk luar angkasa tersebut dituangkan dalam bentuk pekerjaan, yaitu menulis dan lalu dikirimkan ke suatu media tertentu atau dibikin sebuah buku, maka pikiran Anda bermanfaat untuk orang lain.
Dengan kata lain, Anda berhasil menggali harta karun yang berguna bagi diri sendiri, masyarakat dan ilmu pengetahuan. Di samping mendapatkan uang atas jerih payah Anda.
Sebaliknya, pemikiran yang tidak direalisasikan dalam bentuk apapun hanya omong kosong belaka. Itulah sebabnya, produk nyata dari sebuah pemikiran mutlak diperlukan. Contoh lain, Anda belum memiliki pekerjaan tetap atau tidak ada penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Di sini, upaya mencari harta karun yang bijak dan bermanfaat harus dipusatkan pada bagaimana memperoleh penghasilan yang dapat menopang kebutuhan.
Semangat tinggi menggali harta karun dengan cara berpikir, yang kemudian dilanjutkan dalam bentuk pekerjaan untuk mewujudkannya, merupakan upaya mencari harta karun yang ada dalam diri sendiri.
Sebagaimana Firman Allah SWT: “barang siapa berjuang sekuat tenaga, sesungguhnya ia telah berusaha untuk dirinya sendiri” (Q.S;29:6). Hal ini mengandaikan penggalian harta karun melalui jihad atau sikap sungguh-sungguh untuk mengerahkan seluruh potensi diri guna mencapai suatu cita-cita atau tujuan. Di Jepang, semangat tinggi ini dilandasi tradisi bushido dan ajaran Shinto-Zen Buddha. Sedangkan menurut Max Weber, etika protestan menjadi pijakan kuat kemujuan Bangsa Eropa.
Meski begitu, idealisme dalam berpikir tetap diperlukan, bahkan mutlak diharuskan. Sebagaimana diketahui, ada kalanya manusia kehilangan kepercayaan dirinya untuk menggali potensi harta karun dirinya.
Langkah yang di tempuh biasanya berupa jalan pintas untuk mewujudkan semua keinginannya. Pelajaran menarik terjadi sekitar tahun 1995, dalam kasus Robert Gallo ( USA ) dan Luc Montaigner (Perancis). Keduanya merupakan peneliti ulung dalam test riset virus HIV/AIDS.
Suatu ketika, Montaigner berhasil menemukan cara virus tersebut dalam tubuh manusia, yang dapat dikatakan sebagai harta karun berharga bagi ilmu pengetahuan. Sementara Gallo belum berhasil dalam risetnya. Selanjutnya secara pribadi Montaigner mengundang Gallo untuk melihat hasil temuannya di laboratoriumnya di Paris.
Beberapa hari kemudian, terjadi suatu peristiwa yang mengguncang dunia. Secara sepihak, Gallo mengumumkan berhasil menemukan virus HIV. Warga dunia menyambutnya dengan suka cita, karena memberi harapan bagi penderita penyakit mematikan itu. Atas jasanya, Gallo mendapat anugerah hadiah Nobel dibidang kedokteran berikut uang senilai satu juta dollar. Penghargaan paling prestisius bagi ilmuwan.
Inilah skandal terbesar dalam dunia ilmu pengetahuan di abad 20. Gallo membuang idealismenya sebagai ilmuwan yang jujur dan bermartabat. Ia justru melakukan kecurangan dengan mengakui sebuah penemuan yang bukan hasil jerih payahnya. Gallo tidak pernah menemukan harta karun bagi kedokteran.
Setelah melalui proses persidangan yang rumit, duniapun mengakui harta karun itu di temukan oleh Montaigner. Akhirnya Nobel diberikan kepadanya. Tetapi nilai uangnya hanya setangah juta dollar. Itupun diambil dari rekening Gallo.
Kasus tersebut merupakan gambaran bagaimana upaya manusia mencari harta karun dalam dirinya tidak mudah. Gallo kehilangan akal sehatnya dalam menemukan harta karunnya. Rasa putus asanya diwujudkan dalam bentuk mencuri harta karun orang lain. Tujuannya materi dan popularitas.
Hal ini tidak berbeda dengan manusia yang merasa tidak memiliki potensi dalam dirinya. Kemudian mengambil jalan pintas melakukan pelanggaran hukum dengan cara mengambil harta yang bukan haknya. Seperti: merampok, korupsi, mencuri skenario sinetron orang lain atau mengutip lagu yang pernah beredar.
Dalam kaitan inilah, makna harta karun perlu ditempatkan pada posisi yang semestinya, yakni potensi dalam diri manusia yang sangat bernilai tinggi. Penyempitan makna hanya pada benda-benda usang yang terkubur, membuat manusia mudah dikelabui berita seputar penemuan harta karun palsu.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

NYARIS MATI DI TANGAN NYI GEDE GOA SANGIANG (Berburu Harta Karun Jepang)

RATU ADIL DAN SATRIO PININGIT(Al Mahdi dan Al Barqi)

Pelet Lewat Tatapan Mata